Entah
mengapa sejak pagi tadi, aku terus-menerus melihatnya seharian.
Aku melihatnya belajar di kelas dari jendela besar kamarku ini. Padahal sudah seminggu ini aku sering menatap ruang kelas di seberang sana, tapi mengapa baru hari ini aku melihatnya duduk di samping jendela kelas itu??
Mungkin denah tempat duduknya baru dipindah..
Aku melihatnya belajar di kelas dari jendela besar kamarku ini. Padahal sudah seminggu ini aku sering menatap ruang kelas di seberang sana, tapi mengapa baru hari ini aku melihatnya duduk di samping jendela kelas itu??
Mungkin denah tempat duduknya baru dipindah..
Dan
sore harinya, lagi-lagi aku melihatnya.
Cuaca
sore ini memang begitu dingin. Aku mengetatkan syal hitam favoritku untuk
menjaga suhu tubuhku.
Secangkir air hangat dengan potongan jahe mampu membantuku bertahan dari dinginnya cuaca sore ini.
Secangkir air hangat dengan potongan jahe mampu membantuku bertahan dari dinginnya cuaca sore ini.
Aku menatap yeoja itu berdiri di seberang jalan dari balik jendela kamarku.
Dengan cuaca sedingin ini, ia tak mengenakan jaket? Apa ia baik-baik saja?? Atau aku yang kedinginan sendiri?? Kuputuskan untuk tak memikirkan hal itu dan menonton televisi saja.
Setelah film selama sembilan puluh menit yang kutonton itu selesai, aku
memutuskan untuk menatap keluar jendela lagi.
Hanya hal itu yang menjadi kegiatan favoritku di rumah sebesar ini. Karena aku
tinggal sendirian. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, akulah aib yang
disembunyikan keluarga ini.
Kedua orangtuaku sibuk berbisnis di luar negeri, sementara hyungku.. ia jarang pulang ke rumah ini. Mungkin ia juga membenciku.
Kedua orangtuaku sibuk berbisnis di luar negeri, sementara hyungku.. ia jarang pulang ke rumah ini. Mungkin ia juga membenciku.
Di rumah ini, sebenarnya ada orang lain selain diriku. Yaitu para pelayan, yang
bertugas membersihkan rumah megah ini. Tapi, mereka tak pernah memperdulikan
keadaanku, mereka hanya melakukan apa yang berada dalam koridor pekerjaan
mereka.
Aku bosan hidup seperti ini.
Dibaluri kemewahan, namun tak pernah mengecap manisnya cinta dan kasih sayang keluarga.
Terus menerus memakai pakaian tebal seperti ini. Aku lelah.. aku bosan..
Dibaluri kemewahan, namun tak pernah mengecap manisnya cinta dan kasih sayang keluarga.
Terus menerus memakai pakaian tebal seperti ini. Aku lelah.. aku bosan..
“Yeoja itu sudah gila eoh??”
Gumamku saat melihat yeoja itu masih berdiri di seberang jalan.
Aku tak mengerti apa isi pikirannya, siapa orang yang ditunggunya?? Apa ia tak kedinginan??
Aku tak mengerti apa isi pikirannya, siapa orang yang ditunggunya?? Apa ia tak kedinginan??
Aku meninggalkan jendela itu dan kembali merebahkan tubuhku di atas kasur mahal
yang super empuk ini.
Ya, ini langkah yang tepat. Tak seharusnya aku perduli pada hal-hal seperti
itu. Aku bukan tipe orang yang mau tahu urusan orang lain.
Aku memegang remote TV, dan mengganti channel, mencari acara yang bagus. Tapi
aku tak menemukan acara yang bagus.
Dan entah mengapa, kedua kaki ini kembali membawaku ke jendela, dan mata ini memaksaku untuk kembali melihat ke seberang jalan.
Dan entah mengapa, kedua kaki ini kembali membawaku ke jendela, dan mata ini memaksaku untuk kembali melihat ke seberang jalan.
“Mwoya??! Kenapa ia tertidur di jalan?? Bagaimana jika ia mati
kedinginan?!!”
Aku
segera berlari keluar dari kamar, turun ke lantai satu, lalu melirik keberadaan
yeoja itu dari balik gerbang rumahku.
Mencari sosok orang yang bisa menolongnya.
Sampai beberapa menit, tak juga seorangpun muncul untuk menolong yeoja itu.. Malang sekali nasibnya..
Sampai beberapa menit, tak juga seorangpun muncul untuk menolong yeoja itu.. Malang sekali nasibnya..
Dengan
sebuah payung di genggamanku, aku memberanikan diri untuk menembus hujan deras
malam ini. Demi menolong yeoja malang
itu.
00—————00
Terdengar
alunan lagu klasik favorit Donghyun memecah keheningan. Donghyun berusaha
mencari asal suara tersebut. Karena ia merasa tak memutar musik apapun.
“Ternyata bunyi ponselmu..”
gumam Donghyun saat melihat ponsel yang berada di genggaman Sujeong. Ada sebuah
panggilan masuk, tertulis di layar ‘Nenek
Umji’.
‘Nan eottokhae??’ Donghyun tak tahu harus menjawab atau menolak
panggilan itu. Seandainya ia menjawab panggilan itu, apa yang harus
dikatakannya?
Akhirnya ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu sambil berharap si penelepon dapat membawa Sujeong pergi dari rumahnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu sambil berharap si penelepon dapat membawa Sujeong pergi dari rumahnya.
“ .. Sujeong eonnie.. neon eodisseoyo?? Ini sudah malam, cepatlah pulang.. bantu aku
mengerjakan pr.. Sekarang apa yang sedang kau lakukan?? Berduaan dengan
Kwangmin oppa eoh??..”
Itu
panggilan dari adik Sujeong. Donghyun berfikir keras, mencari kata-kata yang
tepat untuk menjawab serangkaian ucapan tadi.
“Emm.. Kau adik Sujeong??
Sebenarnya eonnie-mu ini…” Belum
sempat Donghyun menyelesaikan ucapannya.
“.. Nuguya?? Kau Kwangmin oppa
eoh?? Cepat kembalikan eonnieku,,
aku membutuhkannya untuk mengerjakan pr-ku..”
Sungguh tak mungkin untuk menjelaskan semuanya saat ini. Donghyun memutuskan
untuk berpura-pura menjadi Kwangmin.
“Ne.. Choneun Kwangmin imnida.. Tadi eonnie-mu pingsan di jalan. Aku terpaksa membawanya ke rumahku. Apa
kau bisa menjemput eonnie-mu di
rumahku??”
“.. Mwoya?? Pingsan di jalan?? Tapi diluar sedang hujan deras..
Kwangmin oppa, aku titip eonnie-ku padamu ne?? Jaga dia baik-baik. Aku percaya kau orang yang baik oppa.. Annyeong..”
Umji memutuskan panggilan itu secara sepihak.
“Aissh.. aku tak bisa meminta bantuan pada adiknya..” gumam Donghyun.
“Aissh.. aku tak bisa meminta bantuan pada adiknya..” gumam Donghyun.
Ia terpaksa membiarkan yeoja asing
itu menginap di rumahnya malam ini.
Sebenarnya tak masalah, karena di rumah megah ini, ada banyak kamar tidur yang tak terpakai. Hanya, Donghyun malas merawatnya.
Sebenarnya tak masalah, karena di rumah megah ini, ada banyak kamar tidur yang tak terpakai. Hanya, Donghyun malas merawatnya.
Untuk mengusir kebosanan sejenak, Donghyun mengutak-atik ponsel Sujeong.
Berharap bisa meminta bantuan pada seseorang. Ia sempat membaca pesan dari
Kwangmin.
“Jadi ini alasannya
berdiri selama itu?? Dasar pabo..”
gumam Donghyun.
Tak menemukan hal penting, Donghyun mencoba melihat-lihat foto yang tersimpan
di ponsel itu.
“Inikah namjachingunya?? Pantas saja..”
“Inikah namjachingunya?? Pantas saja..”
Donghyun mengenal sosok itu, Kwangmin.. seorang yang pernah menjadi sahabat
karib. Karena rumah mereka pernah berdekatan. Sedari dulu Kwangmin memang
terkenal playboy.
“Kwangmin oppa..” gumamam Sujeong membuat Donghyun terkejut.
Sujeong sudah beberapa kali menyebutkan nama itu. Sepertinya ia benar-benar merasa kehilangan akan Kwangmin.
Sujeong sudah beberapa kali menyebutkan nama itu. Sepertinya ia benar-benar merasa kehilangan akan Kwangmin.
00—————00
Matahari
sudah tampak dan bersinar cerah. Mengumbar kehangatan yang menentramkan.
Kesadaran Sujeong mulai kembali, ia membuka matanya perlahan, lalu mengitarkan
pandangan ke seluruh penjuru ruangan itu.
Semuanya terlihat asing.
“Dimana ini??” gumam Sujeong.
“Kau sudah sadar..” ucap Donghyun.
“Nuguya?? Kau mau menculikku eoh??
Cepat keluarkan aku dari tempat ini!!!” Sujeong melemparkan semua barang yang
ada di atas kasur.
“Ya!! Hentikan! Aku tak mungkin menculikmu! Tak ada untungnya bagiku menculik yeoja sepertimu!” Donghyun berteriak sambil melindungi kepalanya. Sujeong segera menghentikan aksinya.
“Kau harusnya
berterimakasih padaku.. Kau kemarin pingsan di pinggir jalan, di tengah hujan
deras. Aku mati-matian menolongmu, sampai aku sendiri kedinginan…” celoteh
Donghyun.
“Jinjjayo?? Lalu, apakah Kwangmin oppa datang??.. atau dia hanya berniat mengerjaiku??” Sujeong sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Kwangmin.. Kwangmin.., Kwangmin… Kau terus menyebutkan nama itu sepanjang malam.. dia namjachingumu??” Donghyun memastikan.
Sujeong menjawab dengan anggukan.
“Dari dulu ia memang
seperti itu, playboy… Aku pernah
mengenalnya..”
Sujeong menggangguk-angguk mendengar ucapan Donghyun, ternyata Kwangmin memang begitu.
Sujeong menggangguk-angguk mendengar ucapan Donghyun, ternyata Kwangmin memang begitu.
“Baiklah.. aku pulang dulu ne.. aku harus menjaga dongsaengku.. jeongmal kamsahamnida untuk bantuanmu.. annyeong..” Sujeong meninggalkan rumah mewah itu.
Hari ini merupakan hari libur nasional. Karena itu Umji tentu juga tak masuk
sekolah.
Sesampainya dirumah, sang adik terus menerus melemparkan sejumlah pertanyaan.
Seperti “eonnie, kau baik-baik saja? … Bagaimana kau bisa pingsan ditengah hujan?? .. Apa kau sudah makan??”
Sesampainya dirumah, sang adik terus menerus melemparkan sejumlah pertanyaan.
Seperti “eonnie, kau baik-baik saja? … Bagaimana kau bisa pingsan ditengah hujan?? .. Apa kau sudah makan??”
“Aissh.. kau ini.. seperti
nenek-nenek saja.. Nan gwaenchana..
Sudah ne, aku mau istirahat.. kau
bisa masak mi instan untuk sarapan “ Sujeong segera masu ke kamar yang
merupakan satu-satunya kamar di rumah mungil itu.
00—————00
Dewi
Fortuna tampaknya melangkah semakin jauh dari Sujeong.
Pagi-pagi Sujeong mendapat kabar bahwa appanya yang bekerja di luar pulau telah meninggal dini hari tadi karena kecelakaan kerja.
Pagi-pagi Sujeong mendapat kabar bahwa appanya yang bekerja di luar pulau telah meninggal dini hari tadi karena kecelakaan kerja.
Bagaimana ia bisa hidup kedepannya??
Sujeong
benar-benar terpukul, baru sebulan lalu eommanya
meninggal, dan sekarang.. ia tak memiliki orangtua lagi.
Kakak dari appanya yang merasa iba, memutuskan untuk membantu menghidupi Sujeong dan Umji.
Kakak dari appanya yang merasa iba, memutuskan untuk membantu menghidupi Sujeong dan Umji.
“Eonnie itu telepon dari siapa? Kenapa pagi sekali??” Umji yang hari
ini masih libur sekolah ternyata sudah bangun.
Sujeong tak mungkin bisa menceritakan semuanya sekarang. Ini terlalu berat
untuk Umji.
Sekuat tenaga ia berusaha menahan tangisnya.
“Ah.. Aniya.. hanya telepon dari teman sekelasku..” Dusta Sujeong, ia tak berani menunjukkan wajahnya pada Umji.
Sekuat tenaga ia berusaha menahan tangisnya.
“Ah.. Aniya.. hanya telepon dari teman sekelasku..” Dusta Sujeong, ia tak berani menunjukkan wajahnya pada Umji.
Sujeong harus bisa lebih kuat hari ini. Cobaan yang datang hari ini jauh lebih
berat dari hari kemarin. Ia harus bisa bertingkah seperti tak ada apapun yang
terjadi hari ini, dan berangkat ke sekolah.
Saat istirahat tiba, Sujeong ingin sekali menceritakan semua yang terjadi pada
Sowon. Namun yang terjadi jauh dari harapannya.
“Annyeong Sujeong-ah.. Bagaimana kabarmu hari ini?” Kwangmin menghampirinya.
“Annyeong Sujeong-ah.. Bagaimana kabarmu hari ini?” Kwangmin menghampirinya.
“Aku tak mau melihatmu lagi..
tolong jangan muncul dihadapanku.. pergilah..” ucap Sujeong dingin. Ia
berpura-pura mengobrol dengan Sowon, bermaksud mengusir namja itu secara tak langsung.
“Ah ne.. aku lupa mengabarimu kemarin lusa.. Mianhae aku tak bisa datang menemuimu, tiba-tiba yeojachinguku meminta untuk bertemu..
apa kau menungguku cukup lama??” Tanya Kwangmin tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Namja macam apa kau ini??!! Mengingkari janji begitu saja! Aku
sampai menunggumu di tengah hujan. Aku membencimu oppa!! Pergilah!!” Sujeong yang emosi, mendorong tubuh Kwangmin
menjauh darinya secara kasar. Kwangmin hampir saja terjatuh.
“Aigoo.. Chagiya.. Gwaenchana?? Apa yang yeoja itu lakukan??” Seorang yeoja muncul dan membantu Kwangmin agar
tidak terjatuh. Mungkin itu yeojachingu
barunya.
Kwangmin hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak ingin memperpanjang masalah ini, tapi yeojachingunya tak terima, dan langsung melabrak Sujeong.
Kwangmin hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak ingin memperpanjang masalah ini, tapi yeojachingunya tak terima, dan langsung melabrak Sujeong.
“Ya!! Mwo haneun geoya
(apa yang kau lakukan)??!! Kau hampir saja melukai Kwangmin-ku..” Ucap yeoja itu dengan penuh emosi.
“Kau yeojachingunya?? Ia memang namja
yang pantas mendapatkan itu. Wae??
Kau mau marah?? Mau menamparku? Menjambak rambutku??!!” Sujeong tak mau kalah.
Suasana kantin yang sebelumnya damai dan tentram berubah menjadi hening karena
keributan itu. Berpuluh-puluh pasang mata memusatkan perhatiannya pada
pertengkaran antara kedua yeoja itu.
PLAAAK!!
“Dasar yeoja kurang ajar!”
Tamparan keras mendarat di pipi Sujeong. Tamparan itu cukup untuk membuat pipinya memerah dan syaraf perasa sakitnya bekerja.
“Dasar yeoja kurang ajar!”
Tamparan keras mendarat di pipi Sujeong. Tamparan itu cukup untuk membuat pipinya memerah dan syaraf perasa sakitnya bekerja.
“Aku adalah seonbae-mu.. kau harusnya hormat padaku!
Hoobae tak tahu diri!!” ucapnya lagi.
Entah mengapa Sujeong masih tak mau kalah. Padahal biasanya ia tak se-agresif
ini.
“Apakah aku harus menghormati seonbae sepertimu??!!”
“Apakah aku harus menghormati seonbae sepertimu??!!”
Sujeong menjambak rambut yeoja itu
begitu kuat. Ia menumpahkan semua kekesalannya.
Yeoja itu ikut-ikutan menjambak rambut Sujeong.
Yeoja itu ikut-ikutan menjambak rambut Sujeong.
“Ya!! Jangan lukai sahabatku!! Jebal
geumanhae (tolong hentikan)!!” Sowon berusaha melindungi Sowon, tapi yeoja jahat itu mendorong Sowon hingga
terjatuh.
“Berani-beraninya kau!!”
Jambakkan Sujeong semakin kuat, membuat pertengkaran itu semakin sengit.
“YA!!! Geumanhae !!!!” teriak seseorang menghentikan keributan
antara kedua yeoja itu.
“K… kau??” gumam Sujeong saat
melihat pemilik suara berat tersebut.
00—————00
“Jeongmal
kamsahamnida ne … aku merasa sungkan,
kau sudah membantuku dari kemarin..” ucap Sujeong seraya meneguk minuman kaleng
yang diberikan Donghyun.
“Aku hanya kesal melihat sikap Kwangmin sekarang,
ia sudah jauh keterlaluan..”
Donghyun tak sedikitpun menatap Sujeong, ia sibuk dengan minumannya sendiri.
Donghyun tak sedikitpun menatap Sujeong, ia sibuk dengan minumannya sendiri.
“Emmm… Jadi kau sekolah disini?? Aku baru tahu..
apa kau murid baru??” Sujeong berusaha menghidupkan percakapan.
“Nanti kau akan tahu sendiri..” Donghyun
meninggalkan tempat itu tanpa pamit. Membiarkan Sujeong yang menyimpan berjuta
pertanyaan di benaknya.
-to be continued-
No comments:
Post a Comment